----Beberapa Portal Surat Kabar dengan Sistem Berbayar
Era digital memunculkan peluang model bisnis baru yang bisa dioptimalkan oleh media untuk bertahan. Penguasaan teknologi dan juga relevansi konten dengan pembaca menjadi kunci mengoptimalkan model bisnis baru ini.
Disrupsi digital dan pandemi Covid-19 telah mengubah model bisnis media massa secara signifikan. Media tak bisa lagi mengandalkan pada pendapatan iklan yang terus merosot. Meskipun begitu, era digital juga memunculkan peluang atau model bisnis baru yang bisa dioptimalkan.
Disrupsi digital membuat media massa tak lagi menguasai hulu hingga hilir bisnis informasi ini. Media massa sebagai produsen konten hanya menguasai hulu, sedangkan hilir terutama model bisnis dan distribusi konten dikuasai platform digital global. Munculnya sejumlah agregator media dan influencer juga turut “menarik” iklan yang semula masuk ke media.
Dalam ekosistem media yang demikian, transformasi digital tidak hanya harus dilakukan dalam cara media menyebarluaskan konten, tetapi juga dalam cara mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru di luar pendapatan iklan yang terus merosot. Iklan masih menjadi sumber pendapatan meski tak sebesar dulu, tetapi kini dengan mengandalkan teknologi.
“Iklan tidak lagi direct sales (penjualan langsung). Pola ini pelan-pelan berubah, kini lebih ke iklan programmatic (penggunaan perangkat lunak untuk membeli ruang iklan). Ini yang bekerja machine to machine,” kata Suwarjono, Pimpimpin Redaksi Suara.com, dalam diskusi daring yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Kamis (18/2/2021).
Menurut Suwarjono, sekitar 70-80 persen media daring kini mengandalkan model bisnis ini karena lebih efisien sumber daya manusia dan menjanjikan dari sisi pendapatan. “Bisa menggunakan Google aAdsense atau Google ADX. Sedangkan untuk (distribusi) konten berita bisa menggunakan Facebook instant articles, cukup taruh (konten) di halaman Facebook, mereka yang akan mengelola iklannya,” kata dia.
Kunci sukses dalam kedua model bisnis tersebut pada tingginya lalu lintas (traffic) berita. Untuk ini, media harus mempunyai strategi dan mengenali karakter distributor, dalam hal ini platform digital global, agar konten yang didistribusikan bisa mendapatkan traffic tinggi. Bukan pada jumlah konten yang banyak, tetapi pada seberapa jauh konten tersebut relevan dengan pembaca.
KOMPAS/YOVITA ARIKA----Transformasi digital dan diversifikasi pendapatan industri media.
Transformasi
Transformasi konten juga menjadi strategi bagi media yang menerapkan model bisnis berlangganan atau konten berbayar (subscriber). Harian Kompas yang sejak Februari 2017 juga menerbitkan edisi digital dengan model berbayar melalui kompas.id, berupaya memperkaya konten yang menjadi pembeda dengan konten di media cetak.
“Kami menghadirkan konten yang lebih variatif untuk kompas.id, ficer-ficer yang lebih mendalam seperti turut visual, reportase langsung seperti pada saat penangkapan Djoko S Chandra (terdakwa kasus Bank Bali), juga riset,” kata Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo.
Selain itu, kata Adi, harian Kompas memproduksi liputan investigasi yang beberapa di antaranya berdampak memengaruhi kebijakan pemerintah. Hasil liputan ini dipublikasikan di dua platform, baik cetak maupun kompas.id. Harian Kompas juga memproduksi liputan ekspedisi bekerja sama dengan pihak ketiga, juga menerbitkan edisi khusus.
Dengan transformasi konten yang diikuti transformasi pola kerja dan organisasi, kata Adi, harian Kompas meyakini model berbayar mempunyai prospek bagus untuk bisnis media. “Kami bisa melawan dan menepis mitos bahwa tidak ada pembaca yang mau berlangganan konten berita di Indonesia. Nyatanya, saat ini registered users kompas.id lebih dari 1 juta, aplikasi kompas.id terunduh 500.891, dan active users termasuk yang berbayar mencapai 284.884,” kata dia.
Dengan memilih model berlangganan, kata Adi, juga memungkinkan harian Kompas memiliki data pembaca kompas.id. Dari data pembaca ini bisa diketahui apa yang menjadi minat pembaca dan bagaimana cara mereka mengakses kompas.id yang penting untuk pengembangan bisnis media.
Oleh YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 19 Februari 2021
No comments:
Post a Comment