Wednesday, October 14, 2020

Kembali Menguatkan Radio Komunitas


KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA---Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ni Putu Putri Suastini Koster (tengah) bersama Direktur BASAbali Wiki I Gede Nala Antara (kanan) berbicara di studio Radio Komunitas Dwijendra, Kota Denpasar, Sabtu (4/5/2019), seusai peluncuran komik berbahasa Bali itu di Aula Sadhu Gocara Dwijendra.

Dari warga untuk warga, begitulah radio komunitas berperan. Saat bencana datang, radio komunitas secara sigap merespons dengan memberi informasi pengurangan risiko bencana. Saat Covid-19 ini, mereka sangat dibutuhkan.

Dari gang Mosintuwu, Yosi, Pamona Puselembah di Kabupaten Poso, radio komunitas Mosintuwu FM mengudara sejak 2015. Dari konten kabar komunitas desa sampai  analisis kritis pembangunan ekonomi sosial, ekonomi, budaya Poso disiarkan dari gang itu ke seantero desa.

Namun, sejak Covid-19 ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi pada Maret 2020, radio komunitas Mosintuwu FM menjadi radio darurat siaga Covid-19. Kala itu, perizinan penyiaran darurat belum sempat terurus maksimal karena  ingin   mendahulukan urgensi siaran klarifikasi dan komunikasi informasi seputar Covid-19.

Hoaks dan disinformasi Covid-19 menyebar luas di kalangan warga bukan hanya yang tinggal di kabupaten, melainkan juga sampai ke desa-desa. Kontennya beragam mulai dari teori konspirasi sampai makan telur ayam sebelum matahari terbit bisa menangkal Covid-19.

Sampai-sampai, kata aktivis radio komunitas Mosintuwu FM Lian Gogali, sejumlah warga sampai heboh berburu, memadati pasar tradisional saat subuh dan ada yang nekat membeli telur busuk. Tsunami informasi Covid-19 luar biasa masuk ke desa. Kalaupun ada televisi, siarannya tidak bisa segera mengkonfirmasi hoaks dan disinformasi.

”Saya tinggal di Tentena, sebuah kota kecil (kecamatan) di Kabupaten Poso. Desa-desa yang masuk dalam Tentena belum semuanya terpapar akses internet dan informasi. Belum semua warga desa punya televisi, apalagi gawai,” ujarnya dalam webinar ”Peran Radio Darurat untuk Pencegahan Covid-19” pada  10 September 2020.

Sebagai radio darurat siaga Covid-19, Mosintuwu FM berperan sebagai media informasi, konfirmasi, dan klarifikasi. Radio ini menggandeng sekitar 80 desa di Kabupaten Poso, satu desa di Donggala, dan satu desa di Parigi Moutong. Setiap pagi, melalui program Kabar-Kabar Desa yang mengudara pukul 08.00-10.00, warga bisa menyimak reportase seputar Covid-19 dari warga desa lainnya. Hal ini secara tak langsung membangun hubungan dan solidaritas antarwarga.

Lian menceritakan siaran radio juga berisi program konten promosi produk warga setempat, yang diberi nama Pasar On Air. Program ini juga lahir dari hoaks ataupun disinformasi Covid-19 yang menyebabkan ibu-ibu pedagang di pasar sempat mengeluh pendapatannya turun. Melalui Pasar On Air, warga desa diharapkan bisa cepat memperoleh informasi barang, lalu pedagang tetap bisa berjualan dari tempat masing-masing dan mengantarnya kepada pemesan.

Mosintuwu FM juga mengembangkan program siaran yang mengambil informasi skala nasional. Komunitas bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), dan tenaga kesehatan setempat. Isinya masih seputaran Covid-19 yang dikemas sesuai dengan selera komunitas.

Selain radio, konten siaran Mosintuwu FM bisa didengar melalui laman resmi. Jadi, warga desa di wilayah di luar Poso tetap bisa mengakses. ”Kami ingin sesama warga desa tetap bisa saling menguatkan selama pandemi Covid-19,” imbuh dia.

----Ilustrasi: Kristian (kanan) dan Desiana, dua penyiar cilik, membawakan siaran di radio komunitas FAS FM 107,7 Mhz, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Selasa (4/6). Radio yang menjadi salah satu kegiatan Forum Anak Sikka itu dikelola anak-anak usia 10-18 tahun dan diperuntukkan bagi pendengar anak-anak.

Radio darurat

Melkior Muda Making, Kepala SMP Negeri 1 Nubatukan, Lembata, Nusa Tenggara Timur, mempunyai cerita berbeda. Dengan modal  Rp 12 juta, sekolah membeli perangkat penyiaran bekas dari radio swasta yang tutup di daerah itu dan mendirikan radio komunitas Spensa FM.

Melkior menyebutnya sebagai radio darurat, tetapi dengan fungsi menyiarkan pembelajaran. Karena pandemi Covid-19, aktivitas belajar-mengajar di sekolah  ditiadakan. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebagai pengganti belum siap dijalankan oleh guru, siswa, dan orangtua.

Dari sisi guru, mereka umumnya tidak menguasai teknologi informasi. Mereka pun belum siap mengajar dari rumah ke rumah. Kalaupun  mengajar menggunakan metode daring, mereka mengaku keterbatasan pendapatan beli paket kuota internet dan jaringan internet sering terganggu.

Sementara orangtua mengeluhkan waktu tersita untuk mendampingi anak belajar sambil bekerja. Siswa pun belum semuanya paham memanfaatkan gawai, lebih suka mengeluh tugas banyak, dan waktu menyelesaikannya terbatas.

Sejak tahun ajaran 2020/2021, siaran mulai mengudara konsisten. Meski pembelajaran dilakukan melalui media radio, interaksi guru-siswa tetap diutamakan. Selama siaran berlangsung dibuka sistem yang memungkinkan siswa bertanya melalui telepon. Ada pula konten pembelajaran tersimpan di laman sekolah sehingga siswa bisa mengakses ulang kapan saja.

Steering Committee Konsorsium Radio Tangguh Imam Prakoso menyebutkan, saat ini, lebih dari 100 radio komunitas di Indonesia telah menjalankan praktik siaga Covid-19. Mereka mengelola aneka program siaran, seperti siaran langsung, klarifikasi hoaks dan disinformasi, serta dialog interaktif.

Lebih dari enam radio komunitas lainnya mengambil peran untuk mendukung PJJ selama pandemi Covid-19 masih berlangsung. Selain Spensa FM, contoh lainnya, yaitu PPK FM di Sragi, Pekalongan dan GST FM di Banten.

---Siti Umi Hanifah alias Hany mengisi siaran di radio komunitas masyarakat di lereng Gunung Kelud, yakni Kelud FM, Jumat (8/7). Radio komunitas Kelud FM merupakan salah satu radio komunitas yang berfungsi sebagai alat peringatan dini dan sosialisasi bencana Gunung Kelud di Jawa Timur.

Komunikasi bencana

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Mario Antonius Birowo, saat dihubungi Jumat (2/10), mengatakan, radio komunitas juga penting menjadi media komunikasi untuk merespons situasi dan kondisi darurat bencana. Apalagi, Indonesia  rawan dilanda aneka bencana.

Radio komunitas umumnya digerakkan oleh masyarakat akar rumput. Karena dari akar rumput, gerakan mereka berbasis dana swadaya dan tidak menunggu pemerintah.

Dalam perjalanan merespons kondisi darurat bencana, ada radio komunitas yang sudah lama beroperasi lalu menjadi radio darurat. Apabila kondisi darurat usai, radio komunitas bersangkutan kembali ke fungsi semula, yakni menyiarkan kebutuhan informasi bagi komunitasnya. Ada pula radio komunitas untuk kebutuhan darurat sengaja dibangun tepat pascabencana. Ini yang jamak terjadi di Indonesia.

Pada Januari 2005, radio darurat Suara Aceh FM didirikan di Banda Aceh, sebulan pascatsunami Aceh. Suara Aceh FM didirikan oleh Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).

Ketika peristiwa gempa bumi di Yogyakarta-Jawa Tengah pada 2006, operasional radio darurat Punakawan AM segera didirikan di Kota Yogyakarta oleh Jaringan Radio Komunitas Indonesia, Internews, dan berbagai organisasi relawan, termasuk PRSSNI.

Hingga peristiwa bencana gempa Lombok pada Juli-Agustus 2018, radio komunitas kembali terlibat sebagai radio darurat. Kala itu, Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) mendirikan Radio Darurat First Response Indonesia di Kecamatan Tanjung Lombok Utara. JRKI mendirikan radio itu di lokasi tenda Pospenas milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

”Situasi bencana, baik alam maupun nonalam, menimbulkan kekacauan. Ketidakjelasan informasi, seperti hoaks, menambah ketidakpastian tinggi dalam diri warga. Upaya menandingi (counter) akan susah jika harus menunggu dari pusat,” ujarnya.

Aktivis-aktivis desa bisa menjadi penggerak. Bagi daerah yang sudah memiliki radio komunitas, aktivis dapat mengoptimalkan perannya dengan membantu memberikan klarifikasi informasi dan mendayagunakan pengetahuan kebencanaan berbasis kearifan lokal.

Antonius Birowo memandang, masyarakat akar rumput di radio komunitas perlu dirangkul dalam sistem komunikasi kebencanaan. BNPB ataupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah bisa melatih mereka.

Pemahaman risiko adalah dasar tata kelola risiko bencana. Risiko bencana alam ataupun nonalam dapat dikurangi secara substansial, jika orang memperoleh informasi yang benar dan baik.

Menurut dia, pemahaman tanggap darurat bencana bisa dimulai dari hal sederhana. Misalnya, informasi ramalan cuaca yang rutin disampaikan oleh BMKG dan kini setiap gawai bisa memberikan notifikasi. Namun, dia memandang tak semua warga jeli memperhatikan. Di sini, peran radio komunitas untuk mengomunikasikannya.

Ketua Umum JRKI Sinam M Sutarno berpendapat, berbicara wilayah bencana, radio sebenarnya masih dibutuhkan, apalagi radio komunitas. Hanya, selama ini, saat membicarakan penyiaran sering kali langsung diasosiasikan dengan industri.

Berdasarkan pengamatan Sinam, kluster komunikasi dan informasi bencana sebenarnya sudah terbentuk yang salah satunya ada di Boyolali, Jawa Tengah. Dua radio komunitas di sana, yakni Merapi Merbabu FM dan Merapi FM, terlibat. Kluster komunikasi dan informasi bencana tersebut juga mencakup lembaga penyiaran publik lokal dan Organisasi Radio Amatir Indonesia.

”Mereka saat ini telah memiliki rencana kontingensi bencana. Mereka bersiap apabila pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai, lalu muncul bencana alam yang terjadi bersamaan. Mereka memikirkan strategi komunikasi serta evakuasi bencana alam dan nonalam,” ujarnya.

Ketika bencana alam dan nonalam terjadi bersamaan, lanjut Sinam, evakuasi warga akan berbeda. Prinsip utama yang harus dipegang adalah komunitas warga saling terhubung sehingga cepat ambil keputusan.

Untuk mengurasi risiko, strategi komunikasi bencana perlu lebih kuat. Ini dimulai dari pemetaan risiko, sistem komunikasi dan medianya, skenario darurat, hingga perangkat penerima informasi.

”Di daerah bencana, pemerintah semestinya sudah menyiapkan radio receiver dengan jumlah minimal tertentu untuk warga,” kata Sinam.

Dalam konteks radio darurat, Imam memandang pentingnya ketersediaan perangkat penyiaran dan radio penerima yang bisa diakses dan dioperasikan segera. Hal ini memang tak mudah.

Tantangan berikutnya adalah penyediaan standar minimal konten dan program informasi respons darurat. Selain itu, Imam menyebut tantangan perizinan. ”Dalam situasi darurat bencana alam ataupun nonalam, kemudahan izin semestinya ada,” ujar Sinam.

Menurut Sinam, saat ini sekitar 102 dari 450 radio komunitas yang aktif masih fokus merespons pandemi Covid-19 dengan menjadi radio darurat. Mereka umumnya menjalankan peran klarifikasi informasi dan PJJ.

Satu tahun

Subkoordinator Penataan Alokasi Dinas Penyiaran Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kemkominfo Benny Elian saat dikonfirmasi Senin (5/10), menyebut sudah terbit Peraturan Menkominfo (Permenkominfo) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Peraturan ini diterbitan sebagai penyesuaian sehubungan dengan perizinan usaha terintegrasi secara elektronik.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO---Ilustrasi: Sigit Pambudi (27) menyampaikan materi pelajaran Bahasa Indonesia kepada murid kelas VI dengan menggunakan perangkat handy talky (HT) di SD Negeri Mojo, Kelurahan Mojo, Pasarkliwon, Solo, Jawa Tengah, Kamis (27/8/2020). Sebanyak 29 murid kelas VI SD Negeri Mojo setiap hari mengikuti pelajaran secara jarak jauh dengan menggunakan perangkat HT  yang sebagian dipinjamkan oleh pihak sekolah.

Permenkominfo No 9/2018 mempunyai substansi penting terhadap penyelenggaraan radio darurat dalam kondisi penanggulangan bencana, yakni durasi izin stasiun radio (ISR) sementara dapat diberikan paling lama satu tahun.

Penerbitan ISR radio siaran FM untuk penanggulangan bencana memperhatikan pemohon, lokasi, dan waktu, serta kondisi infrastruktur. Pemohon yang dimaksud telah mencakup komunitas. Pengecualian biaya hak penggunaan ISR juga diterapkan karena menimbang urgensi.

Mengingat penting dan strategisnya komunikasi bagi masyarakat di desa yang memiliki infrastruktur terbatas, radio komunitas bisa diperkuat  untuk membantu ketika terjadi bencana dan juga pandemi Covid-19 saat ini.

Oleh  MEDIANA

Editor:  ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 7 Oktober 2020

No comments:

Post a Comment

Prawacana

Koran Republika Cetak Berhenti Terbit